Tiba-tiba saya mendapat telepon dari Perpustakaan Jawa Timur, untuk mengisi acara Literasi pada tanggal 9 Februari 2022 di Pondok Pesantren Aqidah Usymuni Sumenep. Program itu merupakan kerjasama Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur dengan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah di Pondok Pesantren Aqidah Usymuni.

Tanpa banyak basa-basi, saya langsung menyanggupi, karena saya memang tengah konsen di dunia itu. Pihak perpustakaan meminta nomor NPWP, foto copy rekening dan tentu saja dengan nomor rekeningnya. Rupanya, saya bakal dibayar.hihi

Bersama asisten saya, Ustad Sofwan Hari, sekitar pukul 6.00 WIB., pagi-pagi sekali saya segera meluncur ke tempatnya acara. Sialnya, sampai di tempat tak ada peserta dan panitia sama sekali. Pihak Perpustakaan Jawa Timur sendiri, juga masih di hotel. Padahal, katanya, pukul 7.00 WIB., acara bakal dimulai.

Rupanya, Pihak Perpustakaan bersemangat sekali untuk program acara literasinya, hingga lupa bahwa acara itu ada di lingkungan pesantren. Pesantren seperti kebanyakan di lingkungan saya, memang demikian. Maklum, kadang air masih mampet hingga menimbulkan molornya waktu, persis seperti peristiwa beberapa tahun lalu ketika saya mendatangkan pembicara Hernowo Hasyim dari Bandung di Annuqayah. Bukan berarti santri tidak disiplin, tetapi kedang kemungkinan terburuk datang tak terduga.

Sambil menunggu panitia dan peserta, saya ngopi dengan asisten saya, hingga sekitar pukul 10.00 WIB. Bayangkan, saya harus menunggu dari pukul tujuh hingga pukul sepuluh. Beruntung, saya termasuk kategori orang sabar kalau urusan yang saya sukai. Jika tidak, maka saya sudah pulang dan tidur. Kebetulan, saya sudah tidak tidur selama 30 jam lebih.

Peserta cukup bersemangat setelah dipecut kebekuan semangatnya. Pertanyaan-pertanyaan yang tak terduga bermunculan ketika sesi tanya jawab, bahkan beberapa email masuk dari para peserta—ketika acara sudah usai. Mereka menanyakan cara mengirim naskah ke penerbit dan kegagalannya ketika ingin melanjutkan tulisan-tulisannya. Sesi Tanya jawab juga harus distop, karena jatah waktu telah habis.

Mereka saya persilakan mencari tulisan-tulisan saya di blog untuk meningkatkan semangat literasinya, dan makalah saya untuk acara tersebut memang sudah saya posting di sana agar peserta leluasa membacanya.

Acara yang diinisiasi Perpustakaan Jawa Timur menimbulkan tanda tanya di benak saya. Kenapa Perpustakaan Jawa Timur turun gunung? Bukankan ada Perpustakaan Daerah yang bisa melakukannya? Dugaan saya, selain mungkin Perpustakaan Jawa Timur ingin turun gunung, Perpustakaan Daerah mungkin dianggap tidak kelihatan program literasinya.

Setelah dilacak di google, sepertinya benar. Program literasi Perpustakaan Daerah Sumenep selama 2021-2022 mengalami stagnasi. Hanya ada program meminjamkan buku bagi warga binaan yang ada di rutan, dan penjemputan buku yang tidak dikembalikan di wilayah perkotaan. Ya, tapi masih lumayan daripada tidak ada program sama sekali, atau memang program literasinya sengaja tidak diekspose seperti program Perpustakaan Kelilingnya.

Perpustakaan Daerah Sumenep masih sangat jauh dari yang diharapkan, terutama di kepulauan, yang saya yakini Perpustakaan Daerah masih belum mampu menyentuhnya, apalagi menyentuh dengan perpustakaan kelilingnya. Alasannya, pasti klasik:anggaran! Anggaran ini yang biasanya menjadi momok tidak majunya literasi, ditambah tidak kreatifnya para pengelola perpustakaan. Mungkin, lain kali saya perlu membahasnya secara khusus dirubrik lain.

Pulang. Sial, benar-benar ketiban sial. Motor kempes dua kali, hingga saya yang sudah tidak tidur selama 30 Jam, harus pulas di bengkel. Barangkali, Tuhan sedang menguji kesabaran saya.

 

 

Sumenep, 8 Maret 2022