Catatan yang tercecer kali ini jauh di pelosok kampung. Tepatnya, di Desa Ellak Dhaje Lenteng Sumenep pada 27 Januari 2020. Kiai Sugat dan Kiai Hamidi Amin mengundang saya untuk memberikan tausyiah Literasi bagi siswa dan guru-guru yang hadir pada acara Peresmian IPNU dan IPPNU yang baru dilaunching di Pondok Pesantren Bustanul Ulum yang diasuhnya.

Melihat semangat pengasuhnya, saya pun ikut bergairah menempuh jarak yang berkelok dan belum pernah saya lewati. Berkali-kali kesasar, dan Google Maps pun kurang berguna untuk melacak tempatnya, ditambah lagi hujan runtuh dari langit. Maka, lengkaplah penderitaan saya waktu itu. Namun demikian, saya tetap terus berpacu dengan waktu agar tidak terlambat.

Setelah bertanya ke sana kemari, akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Wih, rupanya Pesantren Bustanul Ulum itu berada di puncak bukit yang menentramkan pandangan. Ketinggiannya nyaris mengantarkan mata untuk memandangi seluruh alam Sumenep. Enak sekali jika sehabis belajar rada stress diobati dengan pemandangan alamnya. Saya pikir, Pendiri Pesantren Bustanul Ulum tak salah istikharahnya memilih tempat itu. Bukankah alam sangat mendukung suasana belajar?
Sampai di tempat itu, rupanya saya masih punya kesempatan rehat sejenak sambil berkenalan dengan guru-guru yang gigih membina anak-anak yang tinggal di pedalaman kampung. Mereka bersetia mentrasfer pengetahuan (knowledge) dengan tetap mengajar meski hujan runtuh.

Pada kesempatan itu saya menyampaikan satu hal bahwa, literasi harus dimulai dari para stakeholder sekolah dan jika tidak bisa, harus dipelajari, dilatih, dan dibiasakan melalui media yang disediakan oleh lembaga semisal website yang dikelolanya, sehingga anak didik tak butuh ceramah panjang-panjang lagi untuk memulainya, kerena keteladanan sudah terhampar di depannya.

Acara tausiyah literasi itu pun selesai sekitar pukul 13.00 WIB., dengan ritual makan-makan bersama para stakeholder yang baru saja saya ceramahi.hehe