Setiap zaman selalu punya cerita, dan cerita zaman digital kali ini akan membincang istri salihah yang didamba oleh setiap suami dan dirindukan surga. Ruang publik terbuka lebar, yang memungkinkan siapa saja untuk eksis di tengah-tengahnya, termasuk seorang istri yang selama ini hanya berkutat di wilayah domestik:memasak, mencuci, dan urusan kasur.

Sebelum era digital, peran istri hanya terbatas sebagai ibu rumah tangga saja. Segala sesuatu dikerjakan oleh kaum lelaki. Agama menjadi alasan utama untuk membatasi ruang geraknya, ditambah oleh ketatnya tradisi (gibah) sebagai penghakiman atas segala tingkah lakunya. Orang-orang akan membicarakan setiap geraknya yang keluar dari tradisi yang berlaku ditempat yang bersangkutan. Akibatnya, batinnya akan dihukum.

Dok. kabarnun.com
Berbeda dengan istri era milenial. Mereka mulai mengambil peran di ruang publik dengan (misalnya) menjadi anggota DPR, Gubernur, Bupati, Camat, hingga menjadi Presiden, bahkan di media sosial—yang juga ruang publik—, mereka ikut ambil bagian meski hanya sekadar pamer wajah.

Pamer wajah di sini hanya memerankan diri untuk mencuri perhatian orang lain. Dan, (tafsir positifnya) siapa tahu kelak menjadi artis dan bisa mengambil peran menjadi Bupati, Gubernur, Presiden, dan paling apes mendapat jodoh ganteng, banyak teman bagi yang sudah berstatus istri. Hanya saja, bagi yang berstatus istri jika tidak pandai-pandai menjaga diri di ruang publik akan menimbulkan petaka bagi kehidupan rumah tangganya. Sudah banyak kisah perceraian, akibat over acting di ruang publik yang liar, bernama medsos.

Media sosial sebagai ruang publik era milenial bak belati. Salah menggunakannya, akan melukai diri sendiri dan orang lain. Itulah sebabnya, mesti pakai ilmu untuk menggunakannya. Google dan youtube banyak menyediakan pengetahuan untuk menggunakannya. Sementara sekolah-sekolah formal masih abai untuk mengajarkannya. Akibatnya, banyak anak-anak yang masih usia sekolah terjerat undang-undang IT.

Bagi kaum hawa yang berstatus istri bisa melakukan hal-hal berikut dalam bermedsos, agar tidak menimbulkan fitnah bagi kehidupan rumah tangganya.

1. Izin Suami
Istri minta izin kepada suaminya dengan segala alasannya yang logis. Jika alasannya hanya untuk memamirkan kecantikan, sebaiknya jangan coba-coba minta izin, sebab suami akan cemburu wajah istrinya dinikmati lelaki lain, kecuali suaminya steheng alias otaknya sudah tidak sehat.

Jangan lupa, jika wajah istri menimbulkan syahwat bagi lelaki lain, itu bisa mendatangkan petaka yang mengundang dosa. Wajah perempuan yang dicipta penuh pesona oleh Tuhan—ulama fiqh menghukuminya sebagai aurat yang harus dijaga. Dijaga yang dimaksud tidak harus ditutupi serupa pakaian ninja, tetapi bisa cukup dengan menjaga diri di ruang publik agar tidak genit dan mengundang berahi lelaki yang memang dicipta susah tahan menghadapi pesona lawan jenisnya.

Menjaga diri dengan pakaian ala ninja juga tidak mengapa, asal tidak mengundang para penjahat kelamin penasaran di balik pakaian ala ninjanya. Semua serba kemungkinan bukan? Tak ada jaminan menutup semua tubuh terbebas dari kejahatan. Tapi biasanya, menutup aurat lebih dihargai oleh kaum lelaki.

2. Memilih Teman Medsos
Bagi seorang istri, apalagi yang punya wajah mempesona dengan bantuan kamera, sebaiknya jangan asal menerima teman, atau memilih teman. Seleksi dulu isi statusnya pada media yang digunakannya, kecuali punya kemampuan filtering luar biasa yang mampu menyaring banyak kotoran. Kemampuan filtering modal penting agar terhindar dari segala keburukan yang mengancam eksistensinya sebagai perempuan publik—meski hanya sebatas penjual online baju-baju anak, misalnya. Remove saja setiap teman yang berpotensi menimbulkan petaka, dan kekacauan, agar tidak menimbulkan kegaduhan. Kegaduhan pasti menimbulkan ketidaknyamanan, terutama kepada presiden rumah tangga.

3. Komunikasi Positif
Lakukan komunikasi seperlunya. Jangan sampai berlebihan, agar tidak menimbulkan kesan atau tafisr yang negatif bagi suami atau teman-teman medsos lainnya. Sudah banyak fakta orang salah paham dalam melakukan kominikasi tertulis di media sosial lalu discrenshoot dan disebarkan. Maka, jadilah fitnah yang luar biasa, dan menimbulkan petaka yang tidak dikehendaki, baik dalam pertemanan terlebih dalam kehidupan berumah tangga.

4. Kebermanfaatan
Bermedia sosial-lah yang ada manfaatnya. Jangan hanya menghabiskan kuota untuk sesuatu yang tidak jelas, dan buang-buang waktu untuk keharmonisan rumah tangga. Oleh karenanya, tanyakan pada suami apa manfaatnya bermedia sosial, atau tanyakan pada yang lebih berpengalaman tentang dampak positif dan nigatifnya. Alasan manfaatnya boleh saja memperbanyak teman yang kelak bisa dimintai bantuannya, atau jualan online, atau menebar kebaikan dalam bentuk tulisan yang mencerahkan, dan lain sebagainya.

Intinya, segala gerak dalam bermedsos tidak merugikan diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Pendeknya, tidak seperti pendukung kedua calon presiden yang terus berseteru dan tak kunjung mereda.

5. Terbuka
Sebaiknya, ponsel suami dan istri saling terbuka dan keduanya bebas saling melihat isi ponselnya, sehingga tidak menimbulkan persepsi yang negatif. Jika ada hal-hal yang tidak disenangi bisa dimusyawarahkan antar keduanya, dan tentu saja jangan sampai cemburu buta jika ada temannya berguyon melampai batas.

Jagalah diri dan teruslah bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan orang lain. Medsos tidak akan menimbulkan petaka jika digunakan sebagaimana mestinya. Tak ada pisau haram yang digunakan untuk memotong rumput sendiri. Demikian juga dengan media sosial yang kehadirannya tak bisa dihindari lagi.

Tampil saja di depan publik sesuai dengan kapasitas dan kebutuhannya. Terimalah segala resikonya sebagai akibat dari perjalanan kehidupan. Dan, yang paling penting dapat menambah ilmu dan meningkatkan spiritualitas kepada Allah ‘Azza wajalla.


Sumenep, 26 Maret 2019



Penulis, Nun Urnoto.
Penulis novel Anak-Anak Pangaro,
Anak-Anak Revolsi, dan;
Memanjat Pesona.