Sekelompok anak muda yang
tergabung dalam komunitas Forum Lingkar Pena (FLP) di Surabaya, tengah
bersemangat menggalakkan tulis-menulis. Bertempat di perpustakaan Ngagel
Surabaya, mereka berkumpul dan berdiskusi tentang seluk-beluk menulis, editing,
hingga publikasi karya.
Saya mendapat jatah pelatihan
menulis novel. Tepatnya bukan pelatihan, tapi sekadar sharing dan motivasi.
Saya sampaikan, bahwa menulis novel—berdasarkan pengalaman saya—sangatlah mudah
dan gampang, dengan syarat kaya kosa kata dan memiliki imajinasi yang tak
terbatas. Memperkaya kosa kata dan memperkuat imajinasi hanya bisa ditempuh
dengan banyak membaca buku dan menyimak berbaga ilmu dari sumber-sumber
terpercaya.
Saat menulis novel,
sediakan seperangkat alat yang memudahkan penulis untuk terus merangkai
cerita-ceritanya, semisal menyediakan referensi beruapa Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Tesaurus, dan beberapa buku referensi lainnya yang berkenaan dengan tema
yang tengah ditulisnya. Jika penulis mentok, maka seperangkat alat menulis itu bisa
dimanfaatkan untuk memperluas ruang imajinasi yang buntu tadi.
Peserta yang terdiri dari
anggota baru di FLP Cabang Surabaya itu, cukup antusias. Terlihat dari
wajah-wajah mereka seolah ingin merampungkan naskah novelnya besok pagi. Luar
biasa bukan? Namun, hingga tulisan ini dipublis, saya masih belum mendapat
konfirmasi keberhasilannya. Semoga saja mereka tidak patah semangat untuk
membikin novel yang lebih tebal dari antologi puisi dan cerpen itu.
Sharing dan motivasi
sempat diskorsing, karena harus melaksanakan salat Zuhur. Beberapa peserta
sempat menanyakan proses kreatif yang saya tekuni secara pribadi saat menuju
masjid. Artinya, mereka benar-benar punya semangat untuk menulis novel. Menulis
novel punya bargaining yang cukup menggiurkan dibandingkan dengan menulis genre
yang lain. Namun, perjungannya membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Tekun saja
tidak cukup, tanpa diikuti kesabaran. Kesabaran, akan membuat penulis novel
tidak mudah patah hati saat ditolak oleh penerbit. Demikian juga saat ditolak
oleh si doi.hehe.
Menulis butuh kekuatan
fokus. Fokus yang saya maksud bukan mata mendelik di depan laptop lalu menjadi
tuli dengan alunan musik yang keluar dari Gom Player. Fokus yang saya
maksud adalah fokus hanya menulis satu genre. Misalnya menulis genre
novel. Tapi, bukan berarti tidak mau menulis genre lainnya. Anggap saja
selain novel hanya sampingan dan hanya bisa dilakukan sesekali ketika dibutuhkan.
Dengan demikian, seluruh energi terkonsentrasi menyelesaikan novel yang
ditulisnya. Selesailah karya novel. Kemudian lakukan editing. Namun, ketika menyelesaikan
naskah, jangan melakukan editing. Editing kadang membuat momet untuk menyelesaikan
naskah. Rampungkan terlebih dahulu, lalu lakukan editing. Selesai editing,
jangan malu-malu mengirimkannya ke penerbit. Kirim dan segera tawakal. Siapkan
mental untuk menerima konsekwensinya. Jika konsekwensinya bagus, segeralah
tasyakuran. Jangan lupa undang saya.hehe.
Sekitar pukul satu siang, akhirnya
acara sharing dan motivasi berakhir. Di antar Noevil ke terminal
Purabaya, saya pulang ke Menara Cling sambil melamunkan seribu khayalan anak
muda. Meski usia sudah senja, namun khayalan anak bujang tetaplah berdaya muda.
Mudah-mudahan, Allah memberikan kekuatan untuk terus berkreativitas.
Wallahu’alam.
Penulis: Nun Urnoto El
Banbary
Sumenep, 13 Oktober 2016
Catatan yang terlambat
ditulis.
0 Comments