Dok. Nun

Sumenep-Kesulitan ekonomi tidak membuat Pak Komar putus asa untuk mencarinya. Orang tua berusia 70 tahunan ini juga tak ingin hidup berbelas kasihan dari ketiga orang anaknya yang sudah berkeluarga. Ia tetap berusaha berjerih payah, peras keringat, banting tulang, dan tidak menggunakan cara-cara ilegal yang menyengsarakan orang lain. 

Pak Komar dan seorang temannya, Pak Mat Sirat, yang sama-sama dari Kecamatan Dasuk desa Jelbuden, berjualan batu Gamping dari pasar yang satu ke pasar yang lain. Saat saya wawancarai dan menjepretnya, keduanya tengah berjualan batu Ganping di pasar Ganding.

Menurut Pak Mat Sirat, satu timba Gamping seharga 5-10 ribu. Keduanya membawa gamping dari rumahnya sebanyak dua karung. Jika dua karung habis, maka Pak Mat Sirat akan membawa pulang uang sekitar 50-60 ribu rupiah. Saya tercengang, tapi saya hanya mampu diam.

Ketika saya tanya, kenapa tidak anaknya yang membiayai hidupnya, Pak Mat Sirat dengan tegas menjawab, "Saya tak mau makan keringat orang lain, meski itu anak saya." Luar biasa usahanya, bangun pagi peras keringat. Sedang saya, bangun malam pagi mendengkur.

Usaha kedua orang tua yang sudah berusia lanjut, patut diteladani oleh generasi sekarang yang cenderung hedonis tanpa mau bersusah payah dan hanya mengambil jalan pintas, semisal mencuri, merampok, mengharap belas kasih orang tuanya yang kaya, tidak mau bekerja yang berat-berat, dan sebagainya. 

Saya rasa, dua orang tua tersebut layak dijadikan inspirasi oleh kaum muda. Paling tidak meniru semangatnya, dan berupaya mengantisipasi kemelaratan masa tua. Kira-kira, jika kaum muda punya nyali seperti mereka untuk tidak makan lewat keringat anaknya kelak, apa kira-kira yang layak dikerjakan di masa tua tanpa berjemur di pasar? Nah, mulai sekarang silakan mencari jawabannya.  

Saya sendiri juga pusing tujuh keliling, jika Tuhan memberi jatah umur panjang hingga tua seperti mereka. Sementara kita punya nyali tak makan keringat anak-anak kita sendiri, namun di sisi lain kemelaratan cukup menyiksa dan para tetangga eksodus ke Malaysia, dan negara mulai buta. 

Mulai sekarang mari pikirkan, kira-kira apa pekerjaan untuk masa tua kita? Terutama para sarjana muda yang baru lulus kuliah dan susah mencari pekerjaan. Saya yakin, sarjana muda pasti tak punya nyali seperti Pak Komar dan Pak Mat Sirat. 

Jangan bilang, "rezeki urusan Tuhan." Saya sudah tahu itu pasti, tapi jika jalannya rezeki membuat kita lelah dan tak berdaya sebaiknya disiapkan mulai sekarang. Belajar pada dua tokoh inspiratif kali ini, akan menyiapkan mental kita sejak dini, atau bisa memilih pekerjaan yang lebih mulia, lebih gampang dan lebih banyak memberi pengetahuan. 

Dok. Nun

Mari siapkan bekal untuk hidup selanjutnya. Mumpung masih muda, kerahkan tenaga dan pikiran untuk mendapatkan mutiara sebagai bekal di masa tua dan masa hidup selanjutnya. Bagi yang punya kreativitas melukis, maka melukislah dengan baik. Bagi yang ahli ceramah agama, maka belajarlah agama dengan baik. Bagi yang mau menjadi penyair, maka jadilah penyair yang mencerahkan dan orang lain puas membayar syair-syairnya.

Tuhan akan membayar tiap-tiap usaha hambanya. Semakin besar usahanya, maka semakin besar Tuhan memberi ongkosnya. Jangan lupa bersedekah. Berbagi kepada sesama yang lebih membutuhkan. 

Selamat mereka-reka masa depan. Aku juga demikian.