Sebelum meninggalkan tahun 2013, saya ingin menyampaikan catatan penting tentang dunia kepenulisan dari tanah Madura sepanjang tahun 2013. Setidaknya catatan ini menjadi jejak sejarah bagi masyarakat Inodonesia, khususnya masyarakat Madura sendiri.

Tahun ini saya merasa bangga, melihat fenomena yang tidak samar lagi tentang kebangkitan dunia literasi di tanah Sakera. Madura yang hanya dikenal dengan budaya karapan sapi dan caroknya, kini perlahan-lahan menunjukkan entitas baru di dunia literasi. Banyak karya tulis yang bermunculan di media, baik media on line maupun of line, mulai dari tulisan esai, artikel, puisi, cerpen, hingga karya sastra novel.


Di penghujung tahun ini pula, saya merasa dunia literasi di Madura benar-benar mengalami kebangkitan yang cukup signifikan, yang tidak hanya dibangkitkan oleh generasi tua semisal Kuswaidi Syafi’ie, M. Faizi, D. Zawawi Imron, Abdul Hadi WM, dan cakancana, tapi juga digerakkan oleh generasi muda, seumpama Suhari Rahmad, Alfin Nuha, Ana FM, Mahwi Air Tawar, Noevil, Khalil Tirta, dan cakancana pula.

Momen berharga tersebut layak diapresiasi, setidaknya menjadi cermin bagi dunia pendidikan untuk membangkitkan gairah belajar anak didiknya dengan cara gemar menulis. Bukankah kegiatan menulis, akan menjadi motivasi belajar yang cukup ampuh bagi siapa saja? Kalau tidak percaya, silahkan tanya pada mereka yang gemar menulis. Mereka pasti rajin belajar, rajin membaca untuk menu tulisan-tulisannya, dan menjadikan pikiran serta hatinya makin bergizi.

Di penghujung tahun ini, yang membuat saya kaget adalah torehan prestasi menulis yang diraih penulis-penulis muda yang menggeliat mengikuti jejak seniornya. Sebut saja siswa dari Pondok Pesantren TMI Al Amin, Alfian Fawzi yang menjadi juara 1 dengan hadiah 16 juta, atau Yustrina Azimah yang juga santri TMI Al Amin dengan uang saku 11 juta, pada ajang lomba menulis nasional yang diadakan oleh Pusat Perbukuan.

Selain itu, ada Vita Agustina dari Kecamatan Bluto Sumenep yang saat ini merampungkan studi Program Pascasarjana di UIN Kalijaga, yang juga meraih prestasi menulis untuk kategori novel remaja pada ajang lomba PUSBUK tahun ini, dengan hadiah uang 25 juta. Ada Badrul Munir, yang novelnya juga meraih jura 1 pada lomba Tulis Nusantara dengan hadiah 20 juta. Ada Nun Urnoto El Banbary yang novelnya juga menjadi Jawara pada Milad Penerbit AGP Yogyakarta. Ada Taufiq Rahman dari PP. Annuqayah yang meraih juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah yang diadakah oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Balitbang Kemdikbud bekerjasama dengan FLP Pusat dan Rumah Belajar, dengan hadiah 10 juta ditambah bingkisan uang saku 4 juta dari Bupati Sumenep.

Selain torehan prestasi di atas, banyak pula karya tulis yang mulai diterbitkan menjadi buku. Sebut saja, karya Ra. Musthafa, Sekolah dalam Himpitan Google dan Bimbel, 10 Bulan Pengalaman Eropa, atau buku karya Untung Wahyudi yang sudah naik cetak tahun ini (judul masih of the record). Novel Anak-Anak Revolusi, dan novel Memanjat Pesona, karya Nun Urnoto El Banbary juga akan segera beredar menjelang akhir tahun ini.

Tidak lupa saya catat bahwa penulis generasi tua Bapak Tadjul Arifin R., juga meraih juara 1 dalam Lomba Penulisan Sejarah Lokal Tingkat Propinsi Jawa Timur yang diselenggarakan Disbudparpora dalam rangka hari Jadi Propinsi Jawa Timur ke 68, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Catatan prestasi literasi yang cukup prestisius di atas, semakin menegaskan entitas orang Madura yang tadinya identik dengan budaya Karapan Sapi dan Carok, kini perlahan namun pasti telah menjelma menjadi kaum intelektual harapan masa depan. Hidup Madura. Jaya Indonesia Raya.

Semoga catatan ini meneguhkan entitas baru bahwa bangsa Madura ternyata sarangnya orang-orang hebat! Lihat daftar beberapa prestasi literasi yang sempat saya catat di penghujung 2013. Bila ada yang tercecer mohon ditambah sendiri.

Tanjung Kodok, Sumenep 5 Desember 2013

Tulisan ini bisa dibaca juga di: http://www.kompasiana.com/tulis/entitas-baru-bangsa-madura_552913d56ea83419398b45a0  dengan judul: Entitas Baru Bangsa Madura.