Salah seorang santri menulis yang saya bina masuk 30 finalis lomba menulis surat berhadiah total 300 juta pada 2014 tahun lalu. Namanya Honainiyah, siswi kelas tiga Madrasah Aliyah Sabilul Huda Ganding Sumenep. Tiga puluh finalis tersebut mendapat uang saku, laptop, dan travelling sekaligus wraiting camp ke Belitung bersama Andrea Hirata, Tere Liye, dan Jamal D. Rahman. Berikut hasil karya suratnya.
For Sahabatku, Naza
Di Ibu Kota Jakarta
Assalamualaikum, Sahabatku ...
Selamat bersua bersamaku,
meski hanya lewat oretan tinta tak berharga ini. Melepas rinduku yang kini
telah meruang meski nyaris tak sempurna, Aku berharap
kabarmu diberkahi oleh-Nya. Alhamdulillah, aku di sini baik-baik saja, Naza
...! Kapan kamu mau ke Madura lagi? Ada banyak hal yang ingin kuperlihatkan kepadamu.
Aku punya cerita asyik buat kamu. Seumur hidup, aku belum pernah
menceritakannya kepada orang-orang Jakarta, dan aku ingin kamu menjadi orang
pertama yang akan mendengar ceritaku. Oleh sebab itu aku mengirim surat
kepadamu, agar kamu segera datang ke Sumenep untuk segera larut dalam kisah
yang akan kukabarkan kepadamu.
Sekarang di kotaku
tambah asyik dan keren. Kamu tahu kenapa? Karena kotaku sekarang menjelma
menjadi kota rekreasi yang cukup menyenangkan. Aku memang pernah bercerita
tentang laut dan pantai kepadamu, tapi ini beda. Ini cerita luar biasa.
Kotaku punya
pantai bernama Lombang. Pemandangannya membuatku ingin berlama-lama di situ.
Rasanya aku tak ingin pulang. Birunya laut, hamparan pasirnya yang lembut, dan
rindang cemara udang yang mengelus rambut, membuatku ingin menyatu dengan
panorama pantai Lombang itu. Aku ingin ke pantai itu tidak sendirian, tapi aku
ingin mengajak teman-teman, termasuk mengajakmu agar suasana pantai menjadi
riuh, menjadi gaduh, sambil mendengar jilatan ombaknya yang mengeluh.
Nanti kita
akan berangkat dari rumah naik pick up berjamaah. Dua jam perjalanan,
kita akan baru sampai. Lumayan jauh. Tapi, akan tak terasa jika kita sambil
bersenda gurau, dan berbagi cerita.
Nanti, saat di
pantai kita akan langsung menceburkan diri, mengapung dengan debur ombaknya
yang berkejaran. Kita bisa berjemur sambil menatapi langit lazuardi dan sesekali
mendongeng tentang malaikat-malaikat bersayap yang menyambangi kita. Lalu, kita
titip pesan yang kita selipkan di sayap itu.
Beberapa saat
lalu, ketika bersama keluarga ke sana, rasa senang mendera hatiku. Tubuhku yang
telentang di bibir pantai dijilati gelombang yang sesekali membelai lembut rambutku.
Pikiranku masih sempat mengingatmu, karena kamu adalah teman bermainku yang tak
pernah menyakitiku.
Sekarang aku
tengah membayangkan kamu di pantai itu, sekaligus ingin berbagi kangenku
kepadamu. Kok mulai tadi aku bilang kangen terus ya? Padahal belum tentu kamu
juga kangen! Tapi, sudahlah aku yakin kamu juga kangen. Kulanjutkan ceritaku.
Saat aku menceburkan
diri dan bergabung dengan teman-teman yang lain, mereka saling berteriak-teriak
manggil nama kekasihnya. Mungkin mereka sedang berkhayal sambil menikmati ruang
langit di atas cemara atau mungkin mereka hendak bersaing dengan suara ombak
yang berdebur menjilat-jilat pantai. Tapi, akhirnya aku ikut-ikutan bereriak
juga. Teriakanku bukan memanggil kekasih, tapi memanggil burung-burung bangau
yang melayang-layang sambil memangsa ikan-ikan kecil. Suaraku yang cempreng
tiba-tiba menjadi merdu, seperti mendapat sentuhan indahnya pesona pantai
Lombang. Nanti, kamu bisa memadukan suara cemprengmu dengan alam pantai
Lombang, Kawan! Haha.
Nah, saat aku
sudah capek berteriak, mataku tertambat pada perahu yang lagi berolla-olling di
tengah ombak. Tanpa dikomando, temen-temenku langsung memanggil si pengemudi
perahu itu. Mereka hendak menumpang perahunya. Mereka hendak menikmati birunya lautan
dari atas perahu. Mereka hendak melihat hamparan pasir dan lebatnya cemarang
udang dari jarak laut. Diam-diam aku juga tergoda untuk ikut serta.
Tukang perahu
hanya minta ongkos dua ribu rupiah setelah teman-teman merajuknya. Aku segera
naik ke perahu agar tak ketinggalan. Dan ternyata, diayun-ayunkan oleh ombak
lebih nikmat diayunan tempat mainan saat kita masih TK, Naza ...! Benar-benar
seru. Selain itu, tukang perahu juga menyediakan pancing lengkap dengan kailnya.
Wah, aku ramai-ramai ikut melempar pancing dan mendapatkan beberapa ikan untuk
kami panggang. Rugi deh, kalau kamu tak segera datang ke Madura.
Setelah puas
memancing, kami mundar-mandir dengan perahu kecil yang kami tumpangi. Ternyata,
cemara udang sangat menakjubkan di lihat dari jauh. Meski matahari kian terik,
aku tak merasakan panas. Panas di pantai Lombang sudah bagai sinar rembulan.
Suwer, ini bukan menghayal, Kawan!
Semakin siang
pantai semakin ramai. Orang-orang berdatangan. Ada yang menikmati lembutnya
pasir, ada yang bersenda di rindang cemara sambil menikmati kelapa muda yang
segarnya mungkin tak kamu temukan di Jakarta yang menyengat.
Setelah puas
berperahu ria, kami berganti pakaian. Selanjutnya kami bersiap-siap narsis di
depan kamera dengan latar cemara udang dan hamparan pasir putih yang selembut
sutera. Sebut saja, ini adalah narsis kelas anak-anak labil. Kalau kamu ingin
tahu dan supaya bertambah penasaran, nanti aku posting di facebook atau
di blog ya, Kawan! Tapi jangan ngiler loh?
Ada kuda
lewat. Sebelum teman-teman mendahului, aku segera bergegas menghentikan si joki.
Setelah bertransaksi, aku memintanya untuk naik sambil kusuruh teman-teman
menjepretku. Ahai, aku seperti srikandi. Namun, tiba-tiba kudanya berlari dan
aku nyaris terjatuh. Si joki mengejarku seperti mengejar maling. Aku semakin
kalap menarik kekang kuda. Kuda semakin kencang berlari menyusuri pantai. Aku
semakin erat memegang kendali, tapi semakin kutarik semakin cepat larinya kuda
yang kutunggangi. Si joki terus mengejarku sambil berteriak-teriak, “lepaskan
talinya!” Aku baru sadar, ternyata kekang kuda semakin ditarik semakin kencang
larinya. Ya ampun, segara aku melepasnya, dan kuda berhenti seketika. Bodoh
amat aku.
Si joki dan
teman-temanku berlarian ke arahku. Mereka malah terkekeh-kekeh dan menjepretku
dengan kamera handphonenya. Tak tahu hatiku lagi kacau. Mereka malah bilang
aku hebat, dan memperlihatkan wajahku yang pucat. Ya ampun, saking bahagianya
mereka menikmati pantai sampai-sampai mereka lupa kalau aku benar-benar galau
di bawa lari kuda. Pantai Lombang benar-benar menyihir mereka, Naza ...!
Setelah
berjibaku dengan seisi pantai, bergelut dengan pasir, dan mendengar bisikan
cemara, aku dan teman-teman serta keluarga yang menyertai tamasya hari itu memutuskan
pulang, meski sebenarnya aku masih ingin menikmatinya.
Matahari
semakin siang, dan di dalam pikiranku ada kamu. Aku berpikir suatu saat akan
mengajakmu ke pantai Lombang. Tempat yang damai untuk menikmati alam. Aku yakin
kamu akan dikerubungi ribuan inspirasi untuk menulis puisi-puisi kesukaanmu.
Aku suka sajak-sajakmu yang sering kamu pampang distatus facebookmu.
Naza,
Sahabatku ...
Sebenarnya
masih banyak yang ingin kuceritakan kepadamu tentang pantai itu, mulai dari
tumpah ruahnya orang-orang Madura pada saat hari raya ketupat, sampai pada
berbagai perayaan kebudayaan daerah di tempat itu. Namun, aku kira cukup itu
saja ceritaku, dan aku yakin kamu akan penasaran, karena saat kamu ke Madura
waktu itu, aku tak sempat membawamu ke sana, bahkan aku belum sempat
menceritakannya kepadamu.
Aku harap
kamu segera bertandang ke tanahku, sebab selain pantai Lombang dengan jajaran
cemaranya, masih ada pantai lain yang tak kalah memesona, yaitu pantai
Salopeng. Kotaku tumpukan panorama alam, Kawan! Tak kalah dengan panorama alam
lainnya. Alami untuk kita nikmati. Udaranya masih segar, tak cemar seperti di
Jakarta yang disesaki oleh polusi.
Naza, Sahabatku ...
Tak cukup
kamu hanya membaca ceritaku ini. Cerita itu hanya sekilas info saja. Masih
banyak yang kusembunyikan darimu. Maksudku, agar kamu penasaran, dan segera
datang. Jangan hanya dibayangkan. Lupakan rutinitas Jakarta. Luangkan waktu
libur menjelang hari raya berkunjung ke tanah Madura. Jangan pikirkan hotel dan
menu makan, aku sudah menyiapkan yang spesial buat tamuku yang istimewa. Sayur,
ikan, dan menu lainnya masih segar dan siap menyambut cita rasa anak Jakarta
yang sudah belasan tahu tak kusua. J
Terakhir, aku
ucapkan terima kasih atas waktumu meluangkan membaca suratku. Maaf, jika surat
ini telah menyita kesibukanmu. Surat ini terpaksa tidak aku kirim lewat email
atau inbok di facebookmu, karena ini adalah surat paling istimewa. Aku kirim
lewat pos dan berharap kamu terkejut atas kedatangannya. Madura menunggu
pijakan kakimu. Kaki anak desa yang lebur oleh kesibukan kota.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Sumenep, 25
Juli 2014
Tertanda sahabatmu,
Honainiyah
Semoga siswa yang lain terinspirasi untuk mencatat prestasi berikutnya. Sukses selalu untuk Honainiyah dan semoga menjadi bekal menulis di masa-masa selanjutnya.
0 Comments