Ticker

6/recent/ticker-posts

NURUL ISLAM MENULIS

Sumenep, 28 September 2014, saya kembali mengisi pelatihan menulis di Pondok Pesantren Nurul Islam Karangcempaka Bluto, yaitu pesantren tempat saya belajar banyak ilmu selama 13 tahun. Pelatihan kali ini tentu saja berbeda rasa, karena terjadi ditempat yang sekian tahun telah menempa diri saya. 

Jam pertama, tepat pukul 08.00 WIB, saya mengisi di Madrasah Aliyah Putri. Sebelum mengisi pelatihan, saya masih sempat bertemu dengan kepala sekolah, Bapak Taufik Razaq yang sekaligus guru Bahasa Arab saya sewaktu Madrasah Aliyah di sana. Suasana masa silam menyeruap begitu saja di dada saya. Ada kerinduan dan haru yang menjelma. Bertemu pula dengan Bapak Jazuli, mantan kepala MTs, dan MA, yang juga guru fiqih sewaktu di Madrasah Aliyah.

Saat menginjakkan kaki, mata saya memandangi banya perubahan, terutama penataan tempat dan kebersihan yang terjaga. Pagar-pagar beridiri kokoh mengelilingi pesantren tercinta. Sejenak, saya membiarkan mata bernostalgia dengan lingkugannya. 

Ketika memasuki ruang acara, peserta tentu saja sudah membeludak. Santri putri sepertinya sudah tak sabar menjadi penulis instan. hehe. Riuh rendah mereka mengingat saya saat masih mengajar 10 tahun lalu.

Saat saya mengoreksi hasil praktik menulis peserta, ternyata sangat bagus. Pihak sekolah tinggal mengembangkan dan membantu mereka untuk eksis hingga ke media massa dan penerbit. 



Setelah mengisi pelatihan di santri putri, maka malamnya saya pindah ke santri putra untuk mengisi pelatihan yang sama. Peserta santri putra lebih sedikit, tetapi lebih enjoy saat berbicara dengan mereka. Wajah-wajah mereka menampilkan semangat hebat, setalah saya membakarnya dengan mimpi-mimpi indah menjadi penulis.  

Bahkan setalah saya pulang, banyak SMS yang masuk dari santri-santri Nurul Islam, untuk menanyakan dunia literasi yang mulai mereka nikmati.

Seperti biasa, diakhir acara saya menyediakan beberapa hadiah buku kepada mereka, agar rajin membaca, karena (menurut Stephen King) untuk menjadi penulis tak ada jalan pintas selain membaca dan menulis itu sendiri.

Semoga masih ada santri-santri Nurul Islan yang suka bergelut dengan dunia literasi, yaitu dunianya kaum intelektual yang tak berjeda menambah ilmu pengetahuan.
Reaksi:

Post a Comment

0 Comments