Sumenep-Saya harus melayani anak-anak kampung untuk belajar menulis, agar kelak jika sudah masuk perguruan tinggi tidak canggung atau bahkan tidak tahu sama sekali membuat makalah. Mereka harus diselamatkan dari plagiator seperti yang banyak dilakukan oleh mahasiswa zaman sekarang.

Setiap hari Jumat, saya harus meluangkan waktu menemui mereka, paling tidak saya bisa mengoreksi catatan hariannya yang saya 'paksakan' kepada mereka, atau sekadar berbasa-basi menjawab pertanyaannya yang sangat lugu tentang menyusun kata. 

Kadang-kadang saya jemu melayani mereka, ketika semangatnya runtuh oleh hal-hal yang sangat sederhana, misalnya oleh kesibukan mimpinya yang hanya mengejar ijazah. Kadang pula, saya harus bergumul dengan keterbatasan fasilitasnya terhadap akses kompetisi menulis.

Saya mesti harus mengalah, dengan cara bersabar, sambil terus memotivasi mereka akan pentingnya membaca dan bergiat di dunia literasi. Berkali-kali kukatakan, agar terus menulis, apa pun hasil tulisannya. Saya memaksanya dengan cara memotivasi. Kadang saya bergaya monarki, seraya memerintah mereka menulis  dengan genre tulisan yang sangat rumit. Mereka harus merasakan kerumitan sejak dini, agar kelak tak kaget.

Saya berharap, Tuhan mendukung mereka, juga mendukung semangat saya yang patah-patah oleh rumitnya pikiran saya yang terkadang dilanda galau. Di hening malam, saya sematkan doa untuk diri saya dan untuk mereka, agar dikuatkan daya literasinya.

Anggap saja, Jumat adalah hari menulis bagi mereka. Bagi mereka yang sungguh-sungguh mencari kebaikan dari keajaiban penanya. 

Foto di atas adalah generasi kedua dari kegiatan menulis setiap Jumat. Semoga saja mereka lebih baik dari generasi sebelumnya. 

Sudah dua tahun saya mengajar mereka. Sejak 2013-2014, dan masih mengantarkan satu orang ke kancah nasional dalam lomba "Litter Writing" yang diadakan oleh PT. Pos Indonesia, dan masuk 30 finalis yang mendapat penghargaan belajar bersama "Andrea Hirata, Tere Liye, dan Jamal D. Rahman, di pulau Belitung. Selain itu, mendapatkan notbook, uang saku, dan biaya penerbangan. Tahun ini, saya berharap ada anak didik saya yang lain menyusul seniornya yang bernama Honainiyah itu. 

Kiai Qusyairi dan Nyi Rosa adalah sponsor Kebangkitan Peradaban Menulis di Pondok Pesantren Hidayatul Ulum, dan Kecamatan Ganding pada umumnya.

Mudah-mudahan dua cahaya itu diberi kekuatan untuk berkontribusi bagi umat manusia, dan semoga Tuhan senantiasa berkenan.